Pernikahan Agung Kraton Yogya
Swiss Tak Bikin Cinta Sang Putri Menipis
Bagus Kurniawan,M. Rizal - detikNews
.jpg)
Jakarta Semua karena cinta. Maka dinding-dinding yang tebal dirobohkan. Perbedaan dan jarak yang menghadang ditaklukkan.
Achmad Ubaidillah tidak pernah membayangkan akan menikahi seorang putri raja. Ia dari kalangan biasa. Ia seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas sebagai Kepala Sub Bidang Komunikasi Politik Bidang Media Cetak di Sekretariat Wakil Presiden.
Tidak ada darah ningrat yang mengalir pada pemuda Lampung itu. Ayah Ubay almarhum, H. Jusami Ali Akbar adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ibunya, Hj. Nurbaiti Helmi pensiunan dari Kantor Kementerian Agama.
Maka soal jodoh, pria kelahiran Jakarta pada 26 Oktober 1981 berdoa agar dipilihkan yang terbaik oleh Tuhan. Ia tidak menyangka bila jodoh terbaik yang dipilihkan untuk Ubay ternyata seorang putrid raja. Dialah GKR Nusastuti Wijareni (Reni), putri Raja Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Mas Ubay bertemu Jeng Reni secara tidak sengaja pada Januari 2007. Saat itu seorang temannya mengajak Ubay untuk bertemu Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurmalita Sari di Plaza Senayan. Nurmalita ternyata mengajak serta adiknya, Jeng Reni. “Di situ kami berkenalan,” ungkap Alumnus Pascasarjana Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu.
Saat pertemuan itu, Reni lebih banyak diam. Namun Ubay tidak bisa memendam kekaguman karena Reni yang ayu berbudi sangat halus. "Aura putri keratonnya kelihatan. Bicaranya sangat lembut, halus,” kata Ubay.
Ubay mendapat informasi Reni kuliah S1 Perhotelan di Zurich, Swiss. Saat pertemuan itu, Reni tengah berlibur di Indonesia. Tidak ingin berpisah begitu saja, Ubay berjuang untuk mendapatkan nomor HP Reni.
Setelah nomor HP didapat, keduanya terus berkomunikasi hingga akhirnya Ubay berhasil mengajak Jeng Reni menonton Java Jazz Festival pada Maret 2007. Usai nonton pagelaran jazz, itu Ubay memberanikan diri mengungkapkan cintanya.
Namun baru 4 bulan berpacaran, pada bulan Juni, pasangan ini harus berpisah. Reni harus kembali ke Swiss untuk menyelesaikan kuliahnya. Jarak yang jauh pun membentang di antara keduanya.
Mengatasi jarak, mereka memanfaatkan segala fasilitas yang ada untuk tetap merekatkan tali kasih. Setiap hari, Jeng Reni dan Ubay berkomunikasi baik melalui telepon, email atau chatting untuk memelihara cinta mereka agar tidak menipis.
"Sekitar setahun kami berjauhan karena jarak tapi selalu berkomunikasi meski hanya sekadar menanyakan kabar dan say hello saja," katanya.
Tahun 2008, Reni lulus kuliah di Swiss dan langsung kembali ke Indonesia. Waktu itu Ubay telah berkomitmen akan serius dan menikah dengan Reni. Namun saat itu Reni belum bersedia, alasannya dua kakaknya yaitu GRAj Nurkamnari Dewi (GKR Maduretno) dan GRAj Nurabra Juwita belum menikah.
Ubay memaklumi penolakan Jeng Reni. Maka setelah Reni berada di Indonesia, mereka menjalani saja masa pacaran di Jakarta. Saat berpacaran itu, salah satu kebiasaan Ubay yakni merokok berhasil berhenti.
"Saya nggak tahu kenapa, meski Jeng Reni tidak pernah melarang saya merokok. Namun kebiasaan itu lama-lama jadi hilang. Meski saya juga senang olahraga, namun merokok dulu terus jalan. Sekarang alhamdulilah sudah berhenti," katanya.
Pada bulan Mei 2009, GKR Maduretno akhirnya menikah dengan KPH Purbodiningrat. Setahun kemudian, setelah 4 tahun menjalin kasih, Reni menyatakan siap untuk menikah meski harus melangkahi kakaknya Jeng Abra. Kakaknya nomor empat itu juga sudah memberikan lampu hijau agar adiknya menikah lebih dulu.
"Setelah itu baru kami memberanikan diri menghadap Ngarso Dalem (Sultan HB X) untuk mengutarakan keseriusan saya untuk melamar dan menikah dengan Jeng Reni," kata Ubay.
Setelah mendapat izin dari Sultan, kemudian disepakati masalah lamaran hingga proses-proses yang lain seperti pemberian gelar dan nama menjadi Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara serta penentuan tanggal 18 Oktober 2011 sebagai tanggal pernikahan.
"Karena asli Lampung saya pun terus berusaha banyak belajar mengenai adat istiadat keraton meski sempat canggung dan kikuk saat pertama kalinya," katanya.
Ubay pun menjelaskan kenapa dirinya tertarik menikahi Jeng Reni. Salah satu alasannya adalah melihat kesederhanaan hidup kekasihnya yang ternyata adalah putri seorang raja, apalagi sekaliber Raja di Jawa. Awalnya, ia hanya tahu bahwa anak seorang raja pastinya selalu hidup bersenang-senang dan mewah.
"Saya tidak mendapatkan hal tersebut pada Reni. Dia itu sangat sederhana sekali. Sifat itu yang saya suka dari Reni, yakni kesederhanaannya. Apalagi saya ini hanya pegawai negeri. Jadi kalau Reni hidupnya berlebihan, mungkin saya dari awal mundur," candanya.
Usai menikah Ubay dan Jeng Reni pun sepakat untuk tetap akan tinggal di Jakarta. Reni sendiri di Jakarta saat ini mengelola sebuah butik bernama Baticoo yang bertempat di Blok M Square.
"Minimal satu bulan sekali kami harus pulang ke Yogya atau bila ada tugas-tugas yang berkaitan dengan kraton," kata Ubay.
Tulisan detik+ selanjutnya: 'Berharap Ditambah Malah Bubrah', 'Karena Anis Karier Suharna Habis' dan 'Retak Setelah Bukan Wakil Diangkat' serta laporan utama 'Pernikahan Agung Keraton Yogya' seperti "Rabu Agung di Yogyakarta' dan 'Dan Mengalirlah Pujian' bisa anda dapatkan di detiKios for Ipad yang tersedia di apple store.
(zal/iy)
Dapatkan ulasan lengkap mengenai laporan & investigasi Majalah Detik melalui iPad dan Android tablet Anda
Achmad Ubaidillah tidak pernah membayangkan akan menikahi seorang putri raja. Ia dari kalangan biasa. Ia seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas sebagai Kepala Sub Bidang Komunikasi Politik Bidang Media Cetak di Sekretariat Wakil Presiden.
Tidak ada darah ningrat yang mengalir pada pemuda Lampung itu. Ayah Ubay almarhum, H. Jusami Ali Akbar adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan ibunya, Hj. Nurbaiti Helmi pensiunan dari Kantor Kementerian Agama.
Maka soal jodoh, pria kelahiran Jakarta pada 26 Oktober 1981 berdoa agar dipilihkan yang terbaik oleh Tuhan. Ia tidak menyangka bila jodoh terbaik yang dipilihkan untuk Ubay ternyata seorang putrid raja. Dialah GKR Nusastuti Wijareni (Reni), putri Raja Jawa, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Mas Ubay bertemu Jeng Reni secara tidak sengaja pada Januari 2007. Saat itu seorang temannya mengajak Ubay untuk bertemu Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurmalita Sari di Plaza Senayan. Nurmalita ternyata mengajak serta adiknya, Jeng Reni. “Di situ kami berkenalan,” ungkap Alumnus Pascasarjana Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) itu.
Saat pertemuan itu, Reni lebih banyak diam. Namun Ubay tidak bisa memendam kekaguman karena Reni yang ayu berbudi sangat halus. "Aura putri keratonnya kelihatan. Bicaranya sangat lembut, halus,” kata Ubay.
Ubay mendapat informasi Reni kuliah S1 Perhotelan di Zurich, Swiss. Saat pertemuan itu, Reni tengah berlibur di Indonesia. Tidak ingin berpisah begitu saja, Ubay berjuang untuk mendapatkan nomor HP Reni.
Setelah nomor HP didapat, keduanya terus berkomunikasi hingga akhirnya Ubay berhasil mengajak Jeng Reni menonton Java Jazz Festival pada Maret 2007. Usai nonton pagelaran jazz, itu Ubay memberanikan diri mengungkapkan cintanya.
Namun baru 4 bulan berpacaran, pada bulan Juni, pasangan ini harus berpisah. Reni harus kembali ke Swiss untuk menyelesaikan kuliahnya. Jarak yang jauh pun membentang di antara keduanya.
Mengatasi jarak, mereka memanfaatkan segala fasilitas yang ada untuk tetap merekatkan tali kasih. Setiap hari, Jeng Reni dan Ubay berkomunikasi baik melalui telepon, email atau chatting untuk memelihara cinta mereka agar tidak menipis.
"Sekitar setahun kami berjauhan karena jarak tapi selalu berkomunikasi meski hanya sekadar menanyakan kabar dan say hello saja," katanya.
Tahun 2008, Reni lulus kuliah di Swiss dan langsung kembali ke Indonesia. Waktu itu Ubay telah berkomitmen akan serius dan menikah dengan Reni. Namun saat itu Reni belum bersedia, alasannya dua kakaknya yaitu GRAj Nurkamnari Dewi (GKR Maduretno) dan GRAj Nurabra Juwita belum menikah.
Ubay memaklumi penolakan Jeng Reni. Maka setelah Reni berada di Indonesia, mereka menjalani saja masa pacaran di Jakarta. Saat berpacaran itu, salah satu kebiasaan Ubay yakni merokok berhasil berhenti.
"Saya nggak tahu kenapa, meski Jeng Reni tidak pernah melarang saya merokok. Namun kebiasaan itu lama-lama jadi hilang. Meski saya juga senang olahraga, namun merokok dulu terus jalan. Sekarang alhamdulilah sudah berhenti," katanya.
Pada bulan Mei 2009, GKR Maduretno akhirnya menikah dengan KPH Purbodiningrat. Setahun kemudian, setelah 4 tahun menjalin kasih, Reni menyatakan siap untuk menikah meski harus melangkahi kakaknya Jeng Abra. Kakaknya nomor empat itu juga sudah memberikan lampu hijau agar adiknya menikah lebih dulu.
"Setelah itu baru kami memberanikan diri menghadap Ngarso Dalem (Sultan HB X) untuk mengutarakan keseriusan saya untuk melamar dan menikah dengan Jeng Reni," kata Ubay.
Setelah mendapat izin dari Sultan, kemudian disepakati masalah lamaran hingga proses-proses yang lain seperti pemberian gelar dan nama menjadi Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara serta penentuan tanggal 18 Oktober 2011 sebagai tanggal pernikahan.
"Karena asli Lampung saya pun terus berusaha banyak belajar mengenai adat istiadat keraton meski sempat canggung dan kikuk saat pertama kalinya," katanya.
Ubay pun menjelaskan kenapa dirinya tertarik menikahi Jeng Reni. Salah satu alasannya adalah melihat kesederhanaan hidup kekasihnya yang ternyata adalah putri seorang raja, apalagi sekaliber Raja di Jawa. Awalnya, ia hanya tahu bahwa anak seorang raja pastinya selalu hidup bersenang-senang dan mewah.
"Saya tidak mendapatkan hal tersebut pada Reni. Dia itu sangat sederhana sekali. Sifat itu yang saya suka dari Reni, yakni kesederhanaannya. Apalagi saya ini hanya pegawai negeri. Jadi kalau Reni hidupnya berlebihan, mungkin saya dari awal mundur," candanya.
Usai menikah Ubay dan Jeng Reni pun sepakat untuk tetap akan tinggal di Jakarta. Reni sendiri di Jakarta saat ini mengelola sebuah butik bernama Baticoo yang bertempat di Blok M Square.
"Minimal satu bulan sekali kami harus pulang ke Yogya atau bila ada tugas-tugas yang berkaitan dengan kraton," kata Ubay.
Tulisan detik+ selanjutnya: 'Berharap Ditambah Malah Bubrah', 'Karena Anis Karier Suharna Habis' dan 'Retak Setelah Bukan Wakil Diangkat' serta laporan utama 'Pernikahan Agung Keraton Yogya' seperti "Rabu Agung di Yogyakarta' dan 'Dan Mengalirlah Pujian' bisa anda dapatkan di detiKios for Ipad yang tersedia di apple store.
(zal/iy)
Dapatkan ulasan lengkap mengenai laporan & investigasi Majalah Detik melalui iPad dan Android tablet Anda



Komentar
Posting Komentar